Senin, 16 Agustus 2010

cerpen puitis

Puteriku... pesanku jagalah bulanmu .


  Marilah ke sini dengarkan  kisah ini . Sebetulnya masih dalam warangka panel yang goyah . Namun terbabas lepas bebas lewat izin masa dan khudrat harap untuk mendengarkan kisah ini kepadamu .

   Pernahkah terlintas dipendengaranmu kisah bulan ? Benar , nun bersimpuh jauh di atas sana . Yang muncul pada setiap malam yang kelam . Yang meminjamkan cahaya yang luas sepenuh alam yang tidak malu menerima . Siapa yang inginkan kelam yang panjang ? Siapa yang sudi mendesah bintang meminta cahaya yang lebih ? Siapa yang ingin membolos diri meredah tinggi langit untuk mendakap bulan yang indah ? Tiada yang berdaya menyangkal keluh seharap yang tiada khudrat... benar bukan ?

Puteriku...

   Seusai senja merah indah yang lalu , aku nanar dalam menyimpul sikap . Bagaimana harusku telah rembes embun dinihari yang berjanji ingin datang lewat . Tapi aku jadi lelah memikirkan mentari yang akan menjemput siang kita . Tiada pernah mencatat bait mungkir . Meninggi lepas menerobos alam menyimbah langit dalam bahang sinar yang menggetar . Bahtera tulipku kesepian mendakap pilu embun yang rebah . Kuterlintas menterjemah budi yang sama oleh bulanmu . Hanya warna latar langit yang berbeza . Bulanmu melukiskan malam dan mentari untuk siang kita . Siapa yang boleh menelah jujur kantongan budi antara keduanya ? Siapa juga yang akan menolak budi sinar untuk yang bernyawa terus hidup ?

Puteriku...

   Bukan ingin melarik hukum . Bukan juga ingin menarik keluh kagummu . Bulanmu kasih padamu . Namun dipesan kau untuk terus memujanya . Katanya hanya seri sesayup bisik bintang di hatimu yang pernah malap . Yang lelap di suatu sudut kamar hatimu dan malu bangun .

Puteriku...

    Telah kurakam getar yang merejam bibir bulanmu . Pernah yang suatu ketika meminjam jemariku untuk menarikan pena dan menitikkan tinta bisu . Bulanmu lelah bermonolog yang jawapannya hanya kaku . Bisiknya padaku...

   "Pinjamkan aku kekagumanmu padaku . Aku ingin menyarung ke tubuh dan melihat dari persepsi di tempatmu . Di mana harusku mulakan titik memuja ? Apa yang kau ada ,  apa kelebihanmu dalam batas di hujung pena ? Aku tak dapat mengikir telah mencari kekaguman yang hanya dalam milikku selama ini . Benar , jangan salahkan aku andai kedapatan ramai pemujaku .Cahayaku melakar indah langit kelam . Membantu bintang kerana cahayanya yang memang kecil ."Lantas bulanmu menyambung bicara akhir dengan tawa yang hambar .

    Terlalu ampuh budi yang dipinjamkan . Namun hanya kesepian persis kunang kunang yang menari menarik segala isi rimba dan unggas mencibir cemburu namun tidak menidakkan kecantikan zahir .

Puteriku...

    Aku bercerita tentang bulanmu . Mungkin kira kau dapat melihat airmata bulanmu . Mengapa duduk sepi di sana . Mengapa sendiri memberi indah . Bukan dalam sayap pari pari yang menebarkan harap lalu terbang ke lubuk raja laut yang bersemayam . Tetabuh di hatimu yang menjeritkan setiap senja . Menginginkan kau bangun dalam sedar . Bukan merenung indah bulanmu yang tiadakan dapat kau dakap .


Puteriku...

   Jangan menyulitkan lagi cacatan kisah yang tiadakan ada kau noktahkan . Jangan mengintai rindu bulanmu . Jangan menebar kasih pada setiap rembes hujan di hujung cerucuk atap . Jangan merenai desah yang bergelayut dalam setiap gerimis dinihari .
Basah di pinggir kakimu harus kau keringkan . Jangan memijak kamar dengan membawa becak lumpur yang hitam .

Puteriku...

   Pesan bulanmu , lihatlah kecacatannya dalam suluh cahaya .Tiada indah dalam terang . Yang harus kau pantau kagum pada seri sebentar yang memagut sudut mata lelapmu . Indah yang beracak acakan memalit kolam indah sementara dan mencampak lontar benak fikir yang waras .

Puteriku...

  Aku sedar gerimismu yang sering mengintai rindumu .Yang menyapa resah mengocak bening lelah di mata hatimu . Pesan bulanmu liriklah pada indah bulan yang tempang . Jauh di sana bersimpuh , mendakap setiap puji insan sepertimu .
Seperti mengenal bulan yang lelah yang sepertimu . Ingin sempurna dalam sekujur kejadian .

Puteriku...

    Terbanglah kau ke sisi langit , dakilah kau pada setiap lembut awan . Bawalah kewajaran menghadap bulanmu . Yang nista tutur menanti yang angkuh lirik kan menembusi . Tuturkan salam pada bulanmu . Katakan padanya kau turut mencintai kecacatannya . Bisikkan di telinganya kagummu takan sirna hanya lewat pada ketempangan yang bersembunyi... dan hentikan tetabuh yang berseru , pesan pada dirimu . Hatimu bukan disambar dewa helang yang tegar , meyambar lari hatimu lewat kealpaanmu pada waktu .

Puteriku...

   Menarikan kembali jemarimu melakarkan rasa mati yang tiada noktah . Pimpinkan jalan yang satu andai benar kau ingin dikuburkan . Pesan bulanmu,jangan kau tembus dalam bulanmu berkubur yang sama .

    Jangan kau bawa resensi harap dari sinar yang sebentar . Patuhlah kau pada garis tetap yang membawa kau ke awal asalmu . Pesan bulanmu lagi , pinjamkan tabahmu nanti padanya andai kau jumpa garis itu....


betul?

jangan diharapyang selangit

sedang musim ingkar rebah...

jangan dihitung kantongan laut

berpaling bersekutu dengan ribut...

kerajang rindu pun tak terbolos

mengerah tersiksa seperti laut

berserah pada sungai yang memuarainya...

jangan kau tunduk pada rindu yang menyesatkan

pada simpuh pungguk yang sunyi

dengarkan kataku...

jangan dirujuk peta rindu kekasihmu

mencari alamat damaimu....








p/s:enjoy reading... :P